CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 22 Januari 2009

Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah

PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

1. Kepemimpinan
Howard H. Hoyt seperti dikutip Kartini Kartono (2004: 57) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan membimbing orang. Robbins (2002: 163) menjelaskan bahwa kepe-mimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk men-capai suatu tujuan. Cribbins (1985:12) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan memperoleh konsensus dan keikatan pada sasaran bersama, melam-paui konsensus-syarat organisasi, yang dicapai dengan pengalaman sumbangan dan kepuasan di pihak kelompok kerja. Widjaya menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi yang dapat dilepaskan dari posisi di dalam struktur organisasi formal (1985: 25). Ralph M. Stogdill (dalam Siswanto, 1990: 177) memberikan definisi kepemimpinan sebagai sebuah proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang dihubungkan dengan tugas dari para anggota kelompok.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga unsur dalam kepemimpinan yaitu (a) pengikut/followership, (b) tujuan yang akan dicapai, dan (c) tindakan mempengaruhi.
Pandangan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok yang kemudian disebut bawahan/pengikut untuk mencapai tujuan tertentujuga sesuai dengan pendapat Siswanto (1990: 177) yang menyatakan bahwa dalam pembahasan tentang pengertian kepemimpinan terdapat tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian. Ketiga hal tersebut adalah (a) kepemimpinan harus melibatkan orang lain atau bawahan, (b) kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang antara pimpinan dan bawahan, serta (c) kepemimpinan harus mampu mempengaruhi bawahan.
a. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain atau bawahan
Hal ini disebabkan kesanggupan mereka untuk menerima pengarahan dari pimpinan, para bawahan membantu menegaskan eksistensi pimpinan, dan memungkinkan terjadinya proses kepemimpinan.
b. Kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang di antara pimpinan dan bawahan
Pimpinan mempunyai otoritas untuk mengarahkan beberapa aktivitas bawahan yang tidak mungkin dilakukan dengan cara yang sama untuk menga-rahkan pimpinan. Artinya, pemimpin berhak memerintah atau memberi tugas pada bawahan, tetapi bawahan tidak berhak melakukannya.
c. Harus mampu mempengaruhi bawahan
Di samping secara legal mampu memberikan perintah atau pengarahan pada bawahan, seorang pemimpin juga dapat mempengaruhi bawahannya dengan berbagai sifat kepemimpinannya.
Untuk mampu menjalankan peranan kepemimpinan seseorang harus memenuhi berbagai kriteria seorang pemimpin. Lebih lanjut R.L Kahn (dalam Anoraga, 2001: 3) menyebutkan bahwa seseorang disebut sebagai pemimpin yang baik apabila ia dapat (a) memberikan kepuasan terhadap kebutuhan langsung para bawahannya, (b) menyusun jalur pencapaian tujuan, (c) menghilangkan hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, dan (d) mengubah tujuan individual karyawan sehingga tujuan mereka bisa berguna secara organisatoris.
Meskipun seseorang telah memiliki syarat untuk menjadi pemimpin yang baik, namun dalam praktiknya untuk mencapai tujuan organisasi, seorang pemimpin harus mendapat dukungan dari bawahan atau karyawannya. Apabila bawahan atau karyawan menghargai atau respek terhadap pemimpinnya maka mereka akan mengikuti pengarahan pemimpinnya dengan gembira dan kooperatif.
2. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah harus mampu menggerakkan seluruh sumber daya manusia untuk dapat bekerja secara maksimal agar dapat mencapai tujuan sekolah secara efisien.
Kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah sebagai pimpinan mem-punyai tanggung jawab untuk mengorganisasikan orang-orang, tugas-tugas, dan program-program yang ada di sekolah dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Gorton (1997) menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan elemen kunci bagi keberhasilan sekolah. Dengan kata lain kepemimpinan menjadi faktor yang sangat penting dan menetukan keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya.
Di negara maju kepala sekolah mendapat sebutan bermacam- macam. Ada yang menyebut guru kepala (head-teacher atau head-master), kepala sekolah (principal), kepala sekolah pensupervisi (supervising principal), direktur (director), administrator (administrator), pemimpin pendidikan (educational leadership) menurut Gorton (1976); Champbell, dkk, (1977); Blumberg & Greenfield (1980); Sergiovani (1987); Sergiovani & Elliot (1975); Dubin (1991); Cuolso dalam saran (1990); dalam Arifin ,I, (1998). Penyebutan yang berbeda ini menurut Wahjosumidjo (1997) disebabkan adanya kriteria yang mempersyaratkan kompetensi profesional kepala sekolah. Sebagai administrator, kepala sekolah harus mampu mendayagunakan sumber yang tersedia secara optimal. Sebagai manajer, kepala sekolah harus mampu bekerja bersama dan melalui orang lain dalam organisasi di sekolah. Sebagai pimpinan pendidikan kepala sekolah harus mampu menggerakkan semua potensi manusia untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Sebagai supervisor kepala sekolah wajib membantu guru meningkatkan kapasitasnya untuk membelajarkan murid secara optimal.
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik, karena itu memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Dan sesuai dengan ciri-ciri tersebut maka tugas dan fungsi kepala sekolah seharusnya dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sisi tertentu kepala sekolah dapat dipandang sebagai pejabat formal, dari sisi lain kepala sekolah juga berperan sebagai manajer, sebagai pemimpin, sebagai pendidik dan sebagai staf menurut Wahjosumidjo (1999).
Sebagai pejabat formal, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab terhadap bawahan untuk menciptakan hubungan yang sebaik-baiknya dengan para guru, staf dan siswa, sebab esensi kepemimpinan adalah kepengikutan. Sebagai manajer, kepala sekolah pada hakikatnya adalah seorang perencana, organisator, pemimpin dan seorang pengendali. Menurut Stoner dalam Wahjosumidjo (1999) ada delapan fungsi yang perlu dilaksanakan para manager dalam suatu organisasi, yaitu : (a). bekerja dengan dan melalui orang lain, (b). bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (c). dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi persoalan (d). berpikir secara realistik dan konseptual, (e). adalah juru penengah, (f) adalah seorang politisi, (g) adalah seorang diplomat, dan (h) pengambil keputusan yang sulit.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat dan percaya diri pada guru, staf, siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing dan memberi bimbingan, pengarahan kepada para guru, staf, maupun para siswa serta berdiri di depan demi kemajuan sekolah dan tercapainya tujuan. Kepala Sekolah sebagai pendidik harus mampu menanamkan, memajukan dan meningkatkan minimal empat macam nilai yaitu mental, moral, fisik dan artistik. Kepala sekolah sebagai staf, berarti kebe-radaannya di dalam lingkungan organisasi yang lebih luas berada di bawah kepemimpinan pejabat lain, baik langsung maupun tidak langsung, yang berperan sebagai atasan kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan dari sekolahnya, seorang kepala sekolah mengorganisasikan sekolah dan personil yang bekerja di dalamnya ke dalam suatu situasi yang efisien, demokratis dan kerja sama institusional yang tergantung keahlian para pekerja. Di bawah kepemimpinannya, program pendidikan untuk para murid harus direncanakan, diorganisasikan, dan ditata. Dalam pelaksanaannya program kepala sekolah yang baik harus dapat memimpin secara profesi para staf pengajar, bekerja secara ilmiah, penuh perhatian dan demokratis, dengan menekankan pada perbaikan belajar mengajar, dimana sebagian besar kreativitas akan dicurahkan untuk perbaikan pendidikan.
3. Ciri Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif
Keefektivan kepemimpinan kepala sekolah dapat diukur dari seberapa produktif dan efektifnya kepemimpinan yang dilakukannya dalam mencapai tujuan. Keefektivan tersebut terlihat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah untuk merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan.
Sergiovanni (dalam Mulyasa,2007: 85) mengidentifikasikan ciri kepe-mimpinan kepala sekolah yang efektif adalah (a) Produktivitas; bagaimana peserta didik, guru, kelompok, dan sekolah pada umumnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan; (b) Efisiensi; perbandingan individu dan prestasi sekolah dengan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut; (c) Kulitas; tingkat dan kualitas usaha, tujuan, jasa, hasil, dan kemampuan yang dihasilkan oleh peserta didik dan sekolah; (d) Pertumbuhan; perbaikan kualitas kepedulian dan inovasi, tantangan, dan prestasi dibandingkan dengan kondisi masa lalu; (e) Ketidakhadiran; yang berkaitan dengan jumlah waktu dan frekuensi ketidakhadiran para peserta didik, guru, dan pegawai sekolah lainnya; (f) Perpindahan; jumlah perpindahan dan tetapnya peserta didik, kepala sekolah, dan pegawai lainnya; (g) Kepuasan kerja guru; bagaimana tingkat kesenangan yang dirasakan guru terhadap berbagai pekerjaannya yang dilakukannya; (h) Kepuasan peserta didik; bagaimana peserta didik merasa senang menerima pelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan; (i) Motivasi; Kekuatan, kecenderungan dan keinginan guru, peserta didik, atau pekerja sekolah untuk melibatkan diri dalam kegiatan atau pekerjaan sekolah. Hal tersebut bukanlah perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, tetapi lebih merupakan kesediaan atau kerelaan bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan atau sekolah; (j) Semangat; perasaan senang guru, peserta didik, dan personil sekolah lain terhadap sekolahnya, tradisi-tradisinya, tujuan-tujuannya, sehingga mereka merasa bahagia menjadi bagian atau anggota sekolah; (k) Kepaduan; bagaimna peserta didik dan guru-guru saling menyukai satu sama lain, bekerja sama dengan baik, berkomunkasi secara penuh dan terbuka, serta mengkoordinasikan usaha-usaha mereka; (l) Keluwesan dan adaptasi; kemampuan sekolah untuk mengubah prosedur dan cara-cara operasinya dalam merespons perubahan masyarakat dan lingkungan lainnya; (m) Perencanaan dan perumusan tujuan; bagaimana anggota sekolah merencanakan langkah-langkah pada masa yang akan datang dan menghubungkannya dengan perumusan dan penetapan tujuan; (n) Konsensus tujuan; bagaimana anggota masyarakat orang tua, dan peserta didik menyepakati tujuan yang sama di sekolah; (o) Internalisasi tujuan organisasi; penerimaan terhadap tujuan sekolah dan keyakinan para orang tua, guru, dan peserta didik bahwa tujuan sekolah itu benar dan layak; (p) Keahlian manajemen dan kepemimpinan; keseluruhan tingkat kemampuan kepala sekolah, supervisor, dan pemimpin lainnya dalam melaksanakan tugas-tugas sekolah; (q) Manajemen informasi dan komunikasi; kelengkapan, efisiensi, penyebaran, dan akurasi dari informasi dipandang penting bagi keefektifan sekolah oleh semua bagian yang berkepentingan termasuk guru, orang tua, dan masyarakat luas; (r) Kesiagaan; penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa sekolah mampu menyelesaikan sesuatu tugas khusus atau mencapai beberapa tujuan khusus dengan baik jika diminta; (s) Pemanfaatan lingkungan; bagaimana sekolah berhasil berinteraksi dengan masyarakat, lingkungannya yang lain, serta memperoleh dukungan dan sumber daya yang langka dan berharga yang diperlukan untuk operasi yang efektif, (t) Penilaian oleh pihak luar; penilaian yang layak mengenai sekolah oleh individu, organisasi, dan kelompok dalam masyarakat yang berhubungan dengan sekolah; (u) Stabilitas; kemampuan sekolah untuk memelihara struktur, fungsi, dan sumber daya, sepanjang waktu, khususnya dalam periode-periode sulit; (v)Penyebaran pengaruh; tingkat partisipasi individu dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi mereka secara langsung; (w) Latihan dan pengembangan; jumlah usaha dan sumber-sumber daya sekolah yang diperuntukkan bagi pengembangan bakat dan kemampuan guru, serta pegawai lannya.

4. Perilaku Kepemimpinan
Studi tentang kepemimpinan dengan menggunakan pendekatan perilaku kepemimpinan tidak digunakan untuk mencari jawaban tentang sifat-sifat pemimpin, tetapi untuk menentukan apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi, bagaimana mereka menjalankan tugasnya, dan sebagainya (Handoko, 1999). Handoko juga menambahkan bahwa pendekatan perilaku kepemimpinan memusatkan perhatiannya pada dua aspek yaitu (a) fungsi-fungsi kepemimpinan, dan (b) gaya-gaya kepemimpinan.
a. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Agar organisasi dapat berjalan secara efektif, maka seorang pemimpin harus melaksanakan dua fungsi utamanya yaitu fungsi yang berhubungan dengan tugas (task oriented) dan fungsi pemeliharaan kelompok.
Yukl (2007) menyebutkan bahwa perilaku kepemimpinan yang efektif akan melibatkan tiga perhatian atau tujuan berikut ini.
1) Berorientasi tugas. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan penyelesaian tugas, menggunakan personil dan sumber daya secara efisien, dan menyelenggarakan operasi yang teratur dan dapat diandalkan.
2) Berorientasi hubungan. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan perbaikan hubungan dan membantu orang, meningkatkan kooperasi dan kerja tim, meningkatkan kepuasan kerja, dan membangun identifikasi dengan organisasi.
3) Berorientasi perubahan. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan perbaikan keputusan strategis, beradaptasi terhadap perilaku lingkungan, meningkatkan fleksibilitas dan inovasi, membut perubahan besar di bidang proses, produk, dan jasa, dan mendapatkan komitmen terhadap perubahan.

b. Gaya-gaya Kepemimpinan
Pandangan kedua tentang perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan. Handoko (1999) menyatakan bahwa para peneliti telah mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yaitu gaya yang berorientasi tugas (task oriented) dan gaya yang berorientasi karyawan (employee oriented).
Manajer atau pemimpin yang berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkannya. Gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan.
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi karyawan mencoba untuk memotivasi bawahan dibandingkan dengan mengawasi mereka. Pemimpin dengan gaya ini mendorong bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan, serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.







PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH


1. Kepemimpinan
Howard H. Hoyt seperti dikutip Kartini Kartono (2004: 57) mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia dan kemampuan membimbing orang. Robbins (2002: 163) menjelaskan bahwa kepe-mimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk men-capai suatu tujuan. Cribbins (1985:12) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan memperoleh konsensus dan keikatan pada sasaran bersama, melam-paui konsensus-syarat organisasi, yang dicapai dengan pengalaman sumbangan dan kepuasan di pihak kelompok kerja. Widjaya menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi yang dapat dilepaskan dari posisi di dalam struktur organisasi formal (1985: 25). Ralph M. Stogdill (dalam Siswanto, 1990: 177) memberikan definisi kepemimpinan sebagai sebuah proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang dihubungkan dengan tugas dari para anggota kelompok.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga unsur dalam kepemimpinan yaitu (a) pengikut/followership, (b) tujuan yang akan dicapai, dan (c) tindakan mempengaruhi.
Pandangan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi aktivitas seseorang atau kelompok yang kemudian disebut bawahan/pengikut untuk mencapai tujuan tertentujuga sesuai dengan pendapat Siswanto (1990: 177) yang menyatakan bahwa dalam pembahasan tentang pengertian kepemimpinan terdapat tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian. Ketiga hal tersebut adalah (a) kepemimpinan harus melibatkan orang lain atau bawahan, (b) kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang antara pimpinan dan bawahan, serta (c) kepemimpinan harus mampu mempengaruhi bawahan.
a. Kepemimpinan harus melibatkan orang lain atau bawahan
Hal ini disebabkan kesanggupan mereka untuk menerima pengarahan dari pimpinan, para bawahan membantu menegaskan eksistensi pimpinan, dan memungkinkan terjadinya proses kepemimpinan.
b. Kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang di antara pimpinan dan bawahan
Pimpinan mempunyai otoritas untuk mengarahkan beberapa aktivitas bawahan yang tidak mungkin dilakukan dengan cara yang sama untuk menga-rahkan pimpinan. Artinya, pemimpin berhak memerintah atau memberi tugas pada bawahan, tetapi bawahan tidak berhak melakukannya.
c. Harus mampu mempengaruhi bawahan
Di samping secara legal mampu memberikan perintah atau pengarahan pada bawahan, seorang pemimpin juga dapat mempengaruhi bawahannya dengan berbagai sifat kepemimpinannya.
Untuk mampu menjalankan peranan kepemimpinan seseorang harus memenuhi berbagai kriteria seorang pemimpin. Lebih lanjut R.L Kahn (dalam Anoraga, 2001: 3) menyebutkan bahwa seseorang disebut sebagai pemimpin yang baik apabila ia dapat (a) memberikan kepuasan terhadap kebutuhan langsung para bawahannya, (b) menyusun jalur pencapaian tujuan, (c) menghilangkan hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan, dan (d) mengubah tujuan individual karyawan sehingga tujuan mereka bisa berguna secara organisatoris.
Meskipun seseorang telah memiliki syarat untuk menjadi pemimpin yang baik, namun dalam praktiknya untuk mencapai tujuan organisasi, seorang pemimpin harus mendapat dukungan dari bawahan atau karyawannya. Apabila bawahan atau karyawan menghargai atau respek terhadap pemimpinnya maka mereka akan mengikuti pengarahan pemimpinnya dengan gembira dan kooperatif.
2. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Sebagai pemimpin di sekolah, kepala sekolah harus mampu menggerakkan seluruh sumber daya manusia untuk dapat bekerja secara maksimal agar dapat mencapai tujuan sekolah secara efisien.
Kepemimpinan yang diterapkan kepala sekolah sebagai pimpinan mem-punyai tanggung jawab untuk mengorganisasikan orang-orang, tugas-tugas, dan program-program yang ada di sekolah dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Gorton (1997) menyatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan elemen kunci bagi keberhasilan sekolah. Dengan kata lain kepemimpinan menjadi faktor yang sangat penting dan menetukan keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya.
Di negara maju kepala sekolah mendapat sebutan bermacam- macam. Ada yang menyebut guru kepala (head-teacher atau head-master), kepala sekolah (principal), kepala sekolah pensupervisi (supervising principal), direktur (director), administrator (administrator), pemimpin pendidikan (educational leadership) menurut Gorton (1976); Champbell, dkk, (1977); Blumberg & Greenfield (1980); Sergiovani (1987); Sergiovani & Elliot (1975); Dubin (1991); Cuolso dalam saran (1990); dalam Arifin ,I, (1998). Penyebutan yang berbeda ini menurut Wahjosumidjo (1997) disebabkan adanya kriteria yang mempersyaratkan kompetensi profesional kepala sekolah. Sebagai administrator, kepala sekolah harus mampu mendayagunakan sumber yang tersedia secara optimal. Sebagai manajer, kepala sekolah harus mampu bekerja bersama dan melalui orang lain dalam organisasi di sekolah. Sebagai pimpinan pendidikan kepala sekolah harus mampu menggerakkan semua potensi manusia untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Sebagai supervisor kepala sekolah wajib membantu guru meningkatkan kapasitasnya untuk membelajarkan murid secara optimal.
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik, karena itu memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Dan sesuai dengan ciri-ciri tersebut maka tugas dan fungsi kepala sekolah seharusnya dilihat dari berbagai sudut pandang. Dari sisi tertentu kepala sekolah dapat dipandang sebagai pejabat formal, dari sisi lain kepala sekolah juga berperan sebagai manajer, sebagai pemimpin, sebagai pendidik dan sebagai staf menurut Wahjosumidjo (1999).
Sebagai pejabat formal, kepala sekolah mempunyai tanggung jawab terhadap bawahan untuk menciptakan hubungan yang sebaik-baiknya dengan para guru, staf dan siswa, sebab esensi kepemimpinan adalah kepengikutan. Sebagai manajer, kepala sekolah pada hakikatnya adalah seorang perencana, organisator, pemimpin dan seorang pengendali. Menurut Stoner dalam Wahjosumidjo (1999) ada delapan fungsi yang perlu dilaksanakan para manager dalam suatu organisasi, yaitu : (a). bekerja dengan dan melalui orang lain, (b). bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan (c). dengan waktu dan sumber yang terbatas mampu menghadapi persoalan (d). berpikir secara realistik dan konseptual, (e). adalah juru penengah, (f) adalah seorang politisi, (g) adalah seorang diplomat, dan (h) pengambil keputusan yang sulit.
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat dan percaya diri pada guru, staf, siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing dan memberi bimbingan, pengarahan kepada para guru, staf, maupun para siswa serta berdiri di depan demi kemajuan sekolah dan tercapainya tujuan. Kepala Sekolah sebagai pendidik harus mampu menanamkan, memajukan dan meningkatkan minimal empat macam nilai yaitu mental, moral, fisik dan artistik. Kepala sekolah sebagai staf, berarti kebe-radaannya di dalam lingkungan organisasi yang lebih luas berada di bawah kepemimpinan pejabat lain, baik langsung maupun tidak langsung, yang berperan sebagai atasan kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan dari sekolahnya, seorang kepala sekolah mengorganisasikan sekolah dan personil yang bekerja di dalamnya ke dalam suatu situasi yang efisien, demokratis dan kerja sama institusional yang tergantung keahlian para pekerja. Di bawah kepemimpinannya, program pendidikan untuk para murid harus direncanakan, diorganisasikan, dan ditata. Dalam pelaksanaannya program kepala sekolah yang baik harus dapat memimpin secara profesi para staf pengajar, bekerja secara ilmiah, penuh perhatian dan demokratis, dengan menekankan pada perbaikan belajar mengajar, dimana sebagian besar kreativitas akan dicurahkan untuk perbaikan pendidikan.
3. Ciri Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif
Keefektivan kepemimpinan kepala sekolah dapat diukur dari seberapa produktif dan efektifnya kepemimpinan yang dilakukannya dalam mencapai tujuan. Keefektivan tersebut terlihat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai kepala sekolah untuk merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan.
Sergiovanni (dalam Mulyasa,2007: 85) mengidentifikasikan ciri kepe-mimpinan kepala sekolah yang efektif sebagai berikut.
a. Produktivitas; bagaimana peserta didik, guru, kelompok, dan sekolah pada umumnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b. Efisiensi; perbandingan individu dan prestasi sekolah dengan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Kulitas; tingkat dan kualitas usaha, tujuan, jasa, hasil, dan kemampuan yang dihasilkan oleh peserta didik dan sekolah.
d. Pertumbuhan; perbaikan kualitas kepedulian dan inovasi, tantangan, dan prestasi dibandingkan dengan kondisi masa lalu.
e. Ketidakhadiran; yang berkaitan dengan jumlah waktu dan frekuensi ketidakhadiran para peserta didik, guru, dan pegawai sekolah lainnya.
f. Perpindahan; jumlah perpindahan dan tetapnya peserta didik, kepala sekolah, dan pegawai lainnya.
g. Kepuasan kerja guru; bagaimana tingkat kesenangan yang dirasakan guru terhadap berbagai pekerjaannya yang dilakukannya.
h. Kepuasan peserta didik; bagaimana peserta didik merasa senang menerima pelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
i. Motivasi; Kekuatan, kecenderungan dan keinginan guru, peserta didik, atau pekerja sekolah untuk melibatkan diri dalam kegiatan atau pekerjaan sekolah. Hal tersebut bukanlah perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan, tetapi lebih merupakan kesediaan atau kerelaan bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan atau sekolah.
j. Semangat; perasaan senang guru, peserta didik, dan personil sekolah lain terhadap sekolahnya, tradisi-tradisinya, tujuan-tujuannya, sehingga mereka merasa bahagia menjadi bagian atau anggota sekolah.
k. Kepaduan; bagaimna peserta didik dan guru-guru saling menyukai satu sama lain, bekerja sama dengan baik, berkomunkasi secara penuh dan terbuka, serta mengkoordinasikan usaha-usaha mereka.
l. Keluwesan dan adaptasi; kemampuan sekolah untuk mengubah prosedur dan cara-cara operasinya dalam merespons perubahan masyarakat dan lingkungan lainnya.
m. Perencanaan dan perumusan tujuan; bagaimana anggota sekolah merencanakan langkah-langkah pada masa yang akan datang dan menghubungkannya dengan perumusan dan penetapan tujuan.
n. Konsensus tujuan; bagaimana anggota masyarakat orang tua, dan peserta didik menyepakati tujuan yang sama di sekolah.
o. Internalisasi tujuan organisasi; penerimaan terhadap tujuan sekolah dan keyakinan para orang tua, guru, dan peserta didik bahwa tujuan sekolah itu benar dan layak.
p. Keahlian manajemen dan kepemimpinan; keseluruhan tingkat kemampuan kepala sekolah, supervisor, dan pemimpin lainnya dalam melaksanakan tugas-tugas sekolah.
q. Manajemen informasi dan komunikasi; kelengkapan, efisiensi, penyebaran, dan akurasi dari informasi dipandang penting bagi keefektifan sekolah oleh semua bagian yang berkepentingan termasuk guru, orang tua, dan masyarakat luas.
r. Kesiagaan; penilaian menyeluruh sehubungan dengan kemungkinan bahwa sekolah mampu menyelesaikan sesuatu tugas khusus atau mencapai beberapa tujuan khusus dengan baik jika diminta.
s. Pemanfaatan lingkungan; bagaimana sekolah berhasil berinteraksi dengan masyarakat, lingkungannya yang lain, serta memperoleh dukungan dan sumber daya yang langka dan berharga yang diperlukan untuk operasi yang efektif.
t. Penilaian oleh pihak luar; penilaian yang layak mengenai sekolah oleh individu, organisasi, dan kelompok dalam masyarakat yang berhubungan dengan sekolah.
u. Stabilitas; kemampuan sekolah untuk memelihara struktur, fungsi, dan sumber daya, sepanjang waktu, khususnya dalam periode-periode sulit.
v. Penyebaran pengaruh; tingkat partisipasi individu dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi mereka secara langsung.
w. Latihan dan pengembangan; jumlah usaha dan sumber-sumber daya sekolah yang diperuntukkan bagi pengembangan bakat dan kemampuan guru, serta pegawai lannya.
4. Perilaku Kepemimpinan
Studi tentang kepemimpinan dengan menggunakan pendekatan perilaku kepemimpinan tidak digunakan untuk mencari jawaban tentang sifat-sifat pemimpin, tetapi untuk menentukan apa yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif, bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana mereka berkomunikasi, bagaimana mereka menjalankan tugasnya, dan sebagainya (Handoko, 1999). Handoko juga menambahkan bahwa pendekatan perilaku kepemimpinan memusatkan perhatiannya pada dua aspek yaitu (a) fungsi-fungsi kepemimpinan, dan (b) gaya-gaya kepemimpinan.
a. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Agar organisasi dapat berjalan secara efektif, maka seorang pemimpin harus melaksanakan dua fungsi utamanya yaitu fungsi yang berhubungan dengan tugas (task oriented) dan fungsi pemeliharaan kelompok.
Yukl (2007) menyebutkan bahwa perilaku kepemimpinan yang efektif akan melibatkan tiga perhatian atau tujuan berikut ini.
1) Berorientasi tugas. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan penyelesaian tugas, menggunakan personil dan sumber daya secara efisien, dan menyelenggarakan operasi yang teratur dan dapat diandalkan.
2) Berorientasi hubungan. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan perbaikan hubungan dan membantu orang, meningkatkan kooperasi dan kerja tim, meningkatkan kepuasan kerja, dan membangun identifikasi dengan organisasi.
3) Berorientasi perubahan. Jenis perilaku ini terutama memperhatikan perbaikan keputusan strategis, beradaptasi terhadap perilaku lingkungan, meningkatkan fleksibilitas dan inovasi, membut perubahan besar di bidang proses, produk, dan jasa, dan mendapatkan komitmen terhadap perubahan.
b. Gaya-gaya Kepemimpinan
Pandangan kedua tentang perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya pemimpin dalam hubungannya dengan bawahan. Handoko (1999) menyatakan bahwa para peneliti telah mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yaitu gaya yang berorientasi tugas (task oriented) dan gaya yang berorientasi karyawan (employee oriented).
Manajer atau pemimpin yang berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai dengan yang diinginkannya. Gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dari pada pengembangan dan pertumbuhan karyawan.
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi karyawan mencoba untuk memotivasi bawahan dibandingkan dengan mengawasi mereka. Pemimpin dengan gaya ini mendorong bawahannya untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan, serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.

KETRAMPILAN MANAJERIAL KEPALA SEKOLAH

Sebagai manajer, pada hakikatnya kepala sekolah bertanggung jawab dalam proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan me-ngendalikan usaha para anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber-sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mulyasa, 2005: 103). Untuk melaksanakan fungsinya sebagai manajer ini seorang kepala sekolah harus memiliki kemampuan atau ketrampilan manajerial. Sayangnya sebagian besar kepala sekolah di Indonesia, sekitar 70% kurang menguasai ketrampilan manajerial (Tempo interaktif, 10 Maret 2008).
A. Kepala Sekolah sebagai Manajer
Setiap organisasi harus mempunyai orang yang mengkoordinasikan aktivitas-­aktivitas, kegiatan maupun mengambil keputusan tentang usaha yang menghasilkan, maka, orang yang mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas organisasi itulah yang disebut dengan manajer (Winardi, 1990). Mantja (2007:4) mengutip pendapat Terry menyatakan bahwa manager adalah orang yang menjalankan fungsi manajemen. Fungsi manajemen bersumber dari dua kegiatan yaitu kegiatan pikir (mind) dan kegiatan tindakan (action) yang nampak dalam fungsi merencanakan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), pengoordinasian (coordinating), pengawasan (controlling), dan penilaian (evaluating). Fungsi-fungsi manajemen tersebut terlihat pada kegiatan pengelolaan pengajaran (kurikulum), kesiswaan, personalia, keuangan, peralatan pengajaran, gedung dan perlengkapan sekolah, serta hubungan sekolah dengan masyarakat.
Menurut Mantja (2007:5) manajer pendidikan adalah orang yang berkompetensi dan bertanggung jawab untuk mengelola, mengatur, memadukan dan mengarahkan semua bentuk sumber daya dalam lapangan pendidikan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peran manajer di sekolah dipegang oleh kepala sekolah. Campbell (1977) menyatakan di samping berfungsi sebagai administrator, kepala sekolah hendaknya juga melaksanakan fungsi manajer, pemimpin pengajaran, pemeliharaan disiplin, fasilitator dalam hubungan kemanusiaan, agen pembaharu dan penengah konflik.
Sedangkan Hersey (dalam Pidarta 1988:218) mengklasifikasikan manajer diklasifikasikan berdasar tingkatannya yaitu manajer terdepan, manajer madya dan manajer tertinggi. Manajer terdepan atau manajer lini pertama (first level management) berhadapan langsung dengan teknik mengajar dan ketatausahaan yang dikerjakan para guru dan pegawai. Manajer madya merupakan jembatan penghubung antara manajer tertinggi dan manajer terdepan. Tanggungjawab utamanya adalah mengarahkan kegiatan pelaksanaan kebijakan organisasi dan menyelaraskan tuntutan atasan dengan kecakapan bawahan. Manajer tertinggi bertugas mengambil keputusan, kreatif merencanakan kemajuan organisasi, bertanggung jawab atas keseluruhan manajemen organisasi, menetapkan kebijakan operasional dan membimbing interaksi organisasi dengan ling-kungannya
Kedudukan kepala sekolah secara struktural dalam organisasi sekolah adalah pejabat yang memiliki kedudukan paling tinggi, maka dapat dikategorikan sebagai tingkat manajer tertinggi (top manajer) tetapi bila dilihat dari struktur organisasi pendidikan, kepala sekolah berada di tingkat manajer terdepan atau manajer lini pertama karena langsung membawahi pekerja operasional yaitu guru. Menurut Winardi (1990) kepala sekolah merupakan tingkat manajer tertinggi yang bertugas mengkoordinasikan aktivitas –aktivitas organisasi di sekolah.
Dalam rangka melaksanakan peran dan fungsinya sebagai manajer kepala sekolah harus memilliki strategi yang tepat untuk mendayagunakan seluruh personil yang ada di sekolah baik guru maupun para staf. Mulyasa (2005:103) menyebutkan ada tiga langkah strategis yang dapat ditempuh oleh kepala sekolah yaitu (a) memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama yang dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, (b) memberi kesempatan pada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesi-onalitasnya, dan (c) mendorong keterlibatan seluruh warga sekolah dalam setiap kegiatan di sekolah.
Selain itu, sebagai manajer kepala sekolah juga dituntut untuk memiliki kompetensi khusus yang langsung berkaitan dengan tugas-tugas manajemen yaitu ketrampilan manajerial.

B. Ketrampilan Manajerial
Ketrampilan adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan. Jadi ketrampilan manajerial adalah kompetensi yang dimiliki seorang manajer dalam menjalankan fungsi manajemen yang diperlukan.
Untuk mencapai tujuan organisasi seorang manajer dituntut mempunyai ke-trampilan agar dapat menjalankan fungsi manajemen yang diperlukan. Ada tiga ketrampilan manajerial yaitu ketrampilan konseptual, ketrampilan manusiawi, dan ketrampilan teknik. Ketrampilan konseptual yaitu ketrampilan memahami dan mengoperasikan organisasi, ketrampilan manusiawi yaitu ketrampilan untuk bekerjasama, memotivasi, dan memimpin orang lain dan ketrampilan teknik yaitu ketrampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan perlengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu (Hersey dalam Pidarta, 1988:217).
Menurut Winardi (1990:40) ketiga ketrampilan ini berbeda kepemilikannya tergantung pada tingkat manajer dalam organisasi tersebut, manajer pada tingkat puncak lebih banyak memiliki ketrampilan konseptual dan manusia dibanding ketrampilan teknik, akan tetapi tingkatan manajer terdepan diperlukan lebih banyak ketrampilan teknikal dan manusia dibanding ketrampilan konseptual. Sedangkan manajer tingkat madya diharapkan memiliki ketrampilan manusiawi dan ketrampilan konseptual serta ketrampilan teknik secukupnya.
Ketrampilan Konseptual
Dalam organisasi pendidikan, ketrampilan konseptual adalah kemampuan yang diperlukan oleh administrator untuk melihat gambaran keseluruhan dan hubungannya diantara dan di dalam bagian yang berlainan (Gorton dalam Mantja, 2007:47). Selanjutnya Mantja (2007:33) juga menjelaskan bahwa ketrampilan konseptual adalah kemampuan untuk memahami kompleksitas organisasi secara utuh dan menyeluruh dan kegiatan-kegiatan seseorang sesuai dengan kegiatan organisasi. Dengan kata lain kegiatan itu harus sejalan dengan tujuan organisasi secara menyeluruh dan bukan hanya untuk kepentingan seseorang maupun kelom-pok. Ketrampilan konseptual juga merupakan kemahiran menyelami keadaan yang cukup untuk menemukan antar hubungan dari berbagai faktor yang terlibat dalam suasana itu.
Ketrampilan konseptual adalah kemampuan untuk memahami dan merang-kum semua aktifitas dan kepentingan organisasi, ketrampilan ini mencakup pula pemahaman tentang bagaimana bagian-bagian tergantung atau berhubungan satu dengan yang lain (Winadi, 1990). Untuk memiliki ketrampilan konseptual para manajer diharapkan (a) selalu belajar dari pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja bawahan, (b) melakukan observasi secara terencana tentang kegiatan mana-jemen, (c) banyak membaca tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan, (d) memanfaatkan hasil pemikiran orang lain, (e) berfikir untuk masa yang akan datang, dan (f) merumuskan ide-ide yang dapat diuji-cobakan (Komaruddin, 1974: 48)
Pada akhirnya disimpulkan bahwa ketrampilan konseptual dalam bidang pendidikan adalah kemampuan yang dimiliki kepala sekolah yang meliputi kemampuan mendiagnosis permasalahan sekolah, memecahkan masalah, merencanakan perilaku, mengkoordinasi kegiatan sekolah, mengevaluasi kegiatan, mengembangkan kurikulum, dan mengembangkan staf untuk mencapai tujuan sekolah.
Ketrampilan Manusiawi
Ketrampilan manusiawi diperlukan dalam semua tingkatan organisasi, baik pendidikan maupun perusahaan. Pidarta (1988: 231) menjelaskan bahwa ketrampilan manusiawi merupakan kemampuan untuk mengadakan kontak hubungan kerja sama secara optimal kepada orang-orang yang diajak bekerjasama dengan memperhatikan kodrat dan harkatnya sebagai manusia. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Higgins (dalam Sugiono, 2001) “ the trem human rela-tions refers literally to all interactions that or more people, the primary concern of this text those interactions that occur among people within a formal organi-zation”. Dalam pernyataan tersebut terkandung pengertian bahwa hubungan manusia menunjuk secara jelas yaitu semua interaksi antara dua orang atau lebih, dengan perhatian utama pada kontek tersebut adalah hubungan manusia pada semua interaksi yang terjadi antara orang-orang dalam organisasi formal.
Menurut Hersey dan Blanchard dalam Mantja (2007:33) ketrampilan manusiawi adalah kemampuan dan pertimbangan dalam bekerjasama dan melalui orang lain, termasuk didalamnya pemahaman tentang motivasi dan aplikasi kepemimpinan yang efektif. Sergiovanni,dkk (1992:192) menjelaskan bahwa ketrampilan manusiawi adalah kemampuan administrator sekolah untuk bekerja secara efektif dan efisien dengan tiap orang dalam kelompok termasuk kecakapan kepemimpinan, motivasi orang dewasa, mengembangkan sikap, dinamika kelompok, kebutuhan manusia, moral, manajemen konflik dan mengembangkan sumber daya manusia.
Ditinjau dari bentuk hubungan manusia dalan organisasi, Higgins (dalam Sugiono, 2001) mengelompokkannya dalan enam hubungan sebagai berikut: (a) hubungan antar individu yaitu hubungan antar bawahan dan antar bawahan dengan manajer, (b) hubungan antar kelompok yaitu hubungan antara kelompok formal dalam satu unit kerja dengan kelompok formal pada unit lain, (c) hubungan individu dengan kelompok misalnya karyawan dan manajer selalu dalam hu-bungan kerja, (d) hubungan individu dengan organisasi misalnya individu mem-butuhkan organisasi untuk memenuhi upah, kontrak kerja dan sebagainya, (e) hubungan kelompok dengan organisasi misalnya hubungan pembagian tugas dan wewenang kepada kelompok kerja, dan (f) hubungan individu dengan dirinya sendiri sebagai jalan untuk menganalisisi diri sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.
Dengan demikian hubungan manusiawi merupakan kemampuan untuk memahami manusia secara individu dan kelompok, kemampuan bekerjasama, berkomunikasi memberikan inovasi kepada bawahan dan membangun kerjasama agar dapat meningkatkan kinerja dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Ketrampilan Teknikal
Manajer membutuhkan ketrampilan teknikal yang cukup untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Ketrampilan teknikal adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur dan teknis suatu bidang khusus (Stoner, 1989). Menurut Mantja (2007:33) ketrampilan teknis merupakan kemampuan mendayagunakan pengetahuan, metode, teknik dan pera-latan yang diperlukan untuk menerapkan tugas-tugas spesifik yang diperoleh melalui pengalaman, pendidikan, dan pelatihan. Ketrampilan teknikal dalam bidang pendidikan meliputi kemampuan kepala sekolah dalam menanggapi dan memahami serta cakap dalam menggunakan metode-metode, proses, prosedur, dan teknik dalam bidang pendidikan, termasuk pengetahuan tentang keuangan, pelaporan, penjadwalan, dan pemeliharaan (Sergiovanni dan Carver, 1980).
Pidarta (1988: 245) menggolongkan ketrampilan teknik dalam dua kelompok yaitu, teknik yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dan teknik ketata-usahaan. Pada kelompok teknik yang pertama antara lain mencakup teknik mengatur lingkungan belajar dan media pendidikan, menyusun bahan pelajaran, mengatur suasana kelas, membimbing siswa, konseling, menyusun tugas berstruk-tur dan mandiri, cara membuat alat ukur dan cara menilai. Sedangkan kelompok teknik yang kedua antara lain mencakup ketata-usahaan pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan sebagainya.
Bentuk kegiatan kepala sekolah yang bersifat teknis ialah: (a) kepala sekolah menjalankan supervisi kepada guru di kelas, (b) kepala sekolah mengevaluasi dan merevisi program pelaksanaan kegiatan pengajaran guru, (c) kepala sekolah mem-buat program pelaksanaan kegiatan pengajaran dengan menghubungkan kuri-kulum dengan waktu, fasilitas dan personil yang ada, (d) kepala sekolah menge-lola program evaluasi siswa, (e) mengkoordinasi penggunaan alat-alat pengajaran, (f) membantu guru dalam perbaikan pengajaran, (g) membantu guru dalam mendiagnosis kesulitan belajar siswa, (h) mengatur dan mengawasi tata tertib siswa, (i) menyusun anggaran belanja sekolah, (j) menetapkan spesifikasi dan inventaris perlengkapan, (k) melaksanakan administrasi sekolah berupa laporan kegiatan sekolah, dan (l) mengatur fasilitas fisik sekolah meliputi operasional pemeliharaan gedung, halaman dan pengendalian keamanan (Sutisna, 1993).


Guru Merangkap Mucikari. "Pledoi" cerpen

Tiba-tiba saja semua memandangku penuh kebencian. Tatapan orang-orang di sekelilingku nyaris seperti menatap seonggok tahi yang salah tempat. Bibir mereka mencibir, makian-makian membahana memenuhi ruang udara. Tak lagi ada ruang untukku bernafas. Udara begitu penat dan padat. Tak ada lagi ruang untukku, meski hanya untuk sekejap menatap wajah mereka. Barangkali saja ada satu di antara wajah-wajah mereka yang kemarin begitu akrab dan dekat denganku masih menyisakan keramahan. Tapi, kurasa percuma. Suara-suara itu, tatapan kebencian itu, serta tudingan penuh kemarahan itu telah mengurungku dalam penjara kemanusiaan. Akulah pesakitan, akulah tertuduh, akulah narapidana yang harus menjalani hukuman tanpa persidangan apalagi kesempatan melakukan pembelaan.

Koran-koran ramai memberitakan kesalahanku. Begitu juga beberapa televisi lokal, bahkan nasional setiap hari memburuku di penjara. Mereka menghujaniku dengan ribuan pertanyaan. Tiba-tiba saja, aku menjadi sangat terkenal. Setiap hari, dalam bulan ini koran-koran dengan bangga meletakkan tulisan tentangku sebagai headline, dengan tulisan besar-besar "HEBOH... SEORANG GURU MERANGKAP MUCIKARI".

Kemudian hari ini, pengacara itu datang ke tahananku. Dengan wajah penuh persahabatan ia memperkenalkan dirinya padaku.

"Saya akan menolong Ibu, asalkan Ibu mau menceritakan semuanya pada saya"

Aku hanya mendengus. Ya... mereka tidak salah, aku adalah seorang guru, guru BP di sebuah SMA. Aku juga seorang mucikari yang menjual murid-muridku pada para lelaki hidung belang. Tapi apakah aku salah? Apakah hanya karena aku seorang guru maka aku tak boleh menjadi seorang mucikari? Mengapa tak ada kehebohan seperti ini bila ada seorang polisi atau pejabat yang merangkap menjadi seorang mucikari?

"Ibu harus percaya pada saya. Saya tidak akan memungut biaya sepeser pun dari Ibu. Semua itu akan ditanggung pemerintah", bujuknya lagi.

Pengacara muda itu ternyata tampan juga. Kulit wajahnya mulus nyaris tanpa noda bekas jerawat. Bibirnya yang tipis memerah pertanda tak sekalipun terkena isapan rokok. Sorot matanya begitu tenang. Nada suaranya juga sangat halus. Selama hidupku rasanya belum pernah sekalipun kutemui laki-laki dengan wajah yang benar-benar polos seperti ini. Sekali pernah aku temukan wajah itu pada Leonardo Di Caprio, tapi aku tahu kepolosan itu palsu belaka karena hanya bisa kutemukan dalam layar film Titanic.

Penolakanku terhadap pembelaannya tak pernah merffbuatnya surut. la terus datang dan datang lagi. Aku terus gigih menolak upaya pembelaannya. Sementara di luar pers masih tetap menyudutkanku dengan opini-opini yang membuat masyarakat semakin antipati kepadaku. Beberapa keluargaku yang awalnya masih menjengukku kini tak pernah lagi. Mereka mengeluh diteror oleh banyak pihak. Ya... apa yang telah kulakukan ternyata juga membuat keluargaku harus menanggung akibatnya.

Keluhan keluargaku itulah yang akhirnya membuatku menyerah pada pengacara muda itu. Tidak ada salahnya bukan menerima tawaran itu? Setidaknya melalui pengacara muda itu aku dapat melakukan pembelaan diriku pada cibiran masyarakat. Aku benar-benar tak terima jika hanya aku yang dipersalahkan.

Begitulah, keputusan yang kubuat hari itu membuat hari-hariku berikutnya terasa panjang dan melelahkan. Aku harus membongkar kembali kenangan-kenangan mass laluku demi sebuah pembelaan. Masa lalu yang kujadikan pijakan untuk menempuh jalan hidup pilihanku selarna ini.

Aku tak pernah bercita-cita menjadi seorang mucikari. Sumpah! Tak pernah sekalipun terlintas di benakku untuk menekuni pekerjaan yang di mata masyarakat maupun Tuhan sekali pun begitu hina. Semuanya terjadi bukan tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang kehidupanku yang metelahkan.

Saat masih kuliah di sebuah IKIP negeri di kotaku, aku menjalin cinta pertamaku dengan seorang mahasiswa fakultas hukum dari universitas lain. Cintaku kepadanya begitu besar. Hari-hari dalam kehidupanku adalah hari-hari langit penuh bintang, tak pernah ada hujan atau halilintar yang mengusir keterangan bintang gemintang kehidupanku. Aku menjadi perempuan paling bahagia dalam duniaku. Lelaki itu, Edo, pacar pertamaku sekaligus laki-laki pertama yang memperkenalkan aku pada kehidupan ranjang. la tak pernah memaksaku. Aku melakukan semuanya dengan senang hati, aku menikmatinya sepenuh jiwa raga. Tak pernah aku menyesal menyerahkan milikku yang paling berharga.

Sayangnya percintaan yang indah itu harus terputus paksa. Edo kembali ke Kalimantan. Seperti cerita-cerita roman tahun empat puluhan, orang tuanya telah menyediakan seorang gadis untuk dijadikan istrinya. Aku ditinggalkannya. Beberapa waktu hidupku tak menentu. Kuliahku berantakan. Parahnya aku sedang mulai mengandung anaknya ketika ditinggalkan. Aku berupaya menggugurkan kandunganku itu demi menjaga nama baik keluargaku. Aku tak ingin melukai hati ayah dan ibuku. Sayangnya, cara dukun bayi itu mengambil nyawa janinku telah membuahkan infeksi berat pada rahimku. Tanpa setahu orang-orang terdekatku, dokter telah mengangkat rahimku dua bulan berikutnya. Aku takkan dapat memiliki anak dari rahimku, selamanya, kecuali jika ada keajaiban Tuhan tentunya.

Aneh. Bukan kepedihan dan luka yang kurasakan saat aku kehilangan rahimku. Aku justru merasa terbebas. Mulai saat itu aku akan lebih bebas untuk memenuhi kehidupan ranjangku tanpa ancaman kehamilan. Ya, Edo telah membuat aku menempatkan urusan ranjang sebagai salah satu kebutuhan pokok setelah urusan makan dan sandang. Sejak saat itu, aku membagikan kehangatan dengan banyak laki-laki. Bukankah tak ada lagi artinya kesetiaan pada satu laki-laki jika pada akhirnya aku tetap ditinggalkan. Akulah yang harus menguasai diriku sendiri. Aku tak mau terkekang oleh seorang laki-laki hanya dengan alasan cinta. Cinta…. Itu nonsense. Omong kosong anak-anak ingusan yang belum mengerti tentang arti kehidupan.

Kehidupan ranjangku yang bebas ternyata menyebabkan aku terkena banyak jenis penyakit. Mendatangi dokter penyakit kulit dan kelamin menjadi agenda rutinku setiap bulan. Aku menganggap semua penyakit itu dalam tataran yang wajar. Namun ketenanganku tiba-tiba terusik.

Beberapa bulan terakhir kondisi kesehatanku semakin menurun. Nafsu makanku terus berkurang. Demam, pilek, batuk, menjadi rutinitas yang harus kujalani tiap hari. Penampilan fisikku yang selama ini selalu bugar dan seksi pelan-pelan mulai berkurang. Beberapa bulan terakhir kondisi kesehatanku semakin menurun. Nafsu makanku terns berkurang. Demam, pilek, batuk, menjadi rutinitas yang harus kujalani setiap hari. Penampilan fisikku yang selama ini selalu bugar dan seksi pelan-pelan mulai berkurang. Aku tahu ada yang tak beres dengan tubuhku. Tapi aku tak mau ke dokter. Aku tahu pasti dokter akan memvonisku dengan penyakit keparat itu. Penyakit kutukan masyarakat dan kutukan Tuhan. Aku yakin benar, AIDS pelan-pelan akan menggerogoti tubuhku dan memusnahkan kecantikanku. Tak kan ada lagi yang sudi berdekatan denganku apalagi berbagi kehangatan ranjang denganku.

Tapi aku tak sudi menerima perlakuan itu. Aku tahu ini bukan salahku saja aku terkena penyakit sialan ini. Kenapa Tuhan begitu tak adil memberikan penyakit ini padaku. Bukankah masih banyak perempuan lain dan laki-laki yang jauh lebih binatang dari pada aku dalam menjalani kehidupan ranjangnya. Lalu mengapa harus aku yang menerima kutukan itu.

Aku harus pergi dari kota ini. Untung saat itu aku sudah berhasil meraih gelar sarjanaku. Diam-diam kutinggalkan kota ini tanpa pamit pada siapa pun, juga orang tuaku. Dengan sudah payah aku berhasil mengurangideraan rasa sakit akibat penyakit sialan itu berkat tangan dingin seorang tabib. Entah ramuan apa yang telah diberikannya padaku. Yang jelas... meski perlahan kesehatanku mulai membaik. Aku memang tak yakin bisa sembuh seratus persen. Tapi setidaknya, aku masih akan sanggup bertahan hidup untuk beberapa tahun mendatang.

Aku berpindah lagi ke kota ini. Di sini tak ada satu orang pun yang mengenal masa laluku. Untunglah nasib baik masih mau berpihak padaku. Di kota ini aku berkenalan dengan seorang pejabat, rebut saja namanya Nn, yang mau menerimaku. la mau menolongku tentu saja setelah aku mau berbagi kehangatan dengannya. Berkat dia pula aku lolos dalam ujian masuk PNS. Sekitar empat tahun yang lalu aku memulai hidupku sebagai guru PNS.

"Ibu menggunakan jabatan ibu sebagai guru untuk balas dendam?", tanya pengacaraku.

"Hm... itulah selalu yang dikatakan orang tentang langkahku. Mereka salah besar. Salah! Justru dengan menjadi guru sekaligus mucikari, aku bisa mengangkat nasib kaumku", kataku pedas padanya.

la menatapku keheranan. Sesaat matanya terbelalak kemudian tatapannnya kembali teduh, tenang. Harus kuakui bahwa ia orang yang sangat hebat. Orang yang mampu mengendalikan dirinya dengan sangat baik. Pelan-pelan aku mulai mengaguminya. Mengagumi caranya memancing ceritaku, mengagumi caranya menahan kegeramannya saat mendengar ceritaku, serta kesabarannya menunggu aku menyelesaikan ceritaku. Tapi itu saja belum cukup bagiku untuk mau menceritakan semuanya. Aku harus yakin bahwa ia akan benar-benar mau menjadi pendengar semua ceritaku dengan baik. Meski aku sendiri tak yakin bahwa ia akan mau dan sanggup menerima pemikiranku, tapi setidaknya harus ada orang yang tahu bagaimana sesungguhnya jalan pikiranku. Setidaknya aku dapat berharap suatu saat nanti akan ada orang ang mengerti alasanku, mengerti alasanku meski tak nyetujuinya. Aku harus menceritakan semuanya. Sebelum aku membusuk dalam penjara. Menunggu datangnya kematian.

"Kapan ibu mulai menjadi mucikari bagi murid-murid Ibu?", tanyanya lagi.

"Untuk hari ini saya kira cukup. Saya lelah. Saya tak ingin bercerita penuh emosi dan kemarahan".

"Baiklah, Bu. Saya akan tunggu cerita Ibu besok. Percayatah Bu, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk meringankan hukuman Ibu", janjinya sebelum pulang.

Tapi aku tak terlalu peduli dengan janjinya. Bagiku dihukum ringan atau berat sama saja. Akhir-akhir ini kesehatanku semakin memburuk. Aku yakini itu adalah pertanda kematianku yang sudah semakin dekat. Penyakit sialan itu kembali mengganas karena akhir-akhir ini aku tak bisa mengkonsumsi makanan bergizi, juga tak bisa menjalani aerobik rutin setiap hari. Apa lagi yang perlu kutakutkan. Bukankah hidup hanya menunda kekalahan.(Ini kukutip dari sajak Khairil Anwar yang kuyakini benar adanya). Kalau tak hari ini, mungkin esok, lusa, bulan depan, bahkan tahun depan pun kita pasti akan mati.

Hari ini aku tak man menemui pengacaraku. Badanku terasa remuk semua. Tulang-tulangku seakan menjadi temah tak berdaya. Badanku menggigil. Aku kedinginan. Semalaman aku kurang tidur.

Tiga hari setelah itu baru aku bisa menemui pengacaraku. Meski masih lemah tapi aku sudah mulai bisa tersenyum lagi. Obat yang diberikan dokter Lapas ini lumayan mampu melawan ketidakberdayaan tubuhku melawan virus keparat itu.

"Ibu sudah kuat untuk kembali bercerita?"

"Ya... kukira aku harus kuat. Takkan banyak waktu lagi bagiku untuk bercerita", sahutku tegas.

"Benar, Bu. Dua hari lagi kasus Ibu akan segera disidangkan", jawabnya.

Aku tak peduli ia menanggapi jawabanku dengan persepsi yang berbeda.

Kulanjutkan ceritaku dengan mulai menceritakan padanya tentang seorang bekas murid perempuanku yang sekarang sudah menjadi istri seorang diplomat. Tentu saja aku tak perlu menyebutkan identitasnya. Kasihan dia nanti. Biarlah dia menemukan kebahagiaan hidupnya.

Muridku itu, rebut saja Indri. Suatu hari ia jatuh pingsan di sekolah, la pingsan di kamar mandi dengan darah mengalir deras dari kedua selangkangannya. Kami, para guru, tahu ia sedang mengalami keguguran. Sebagian guru menuntut agar ia dikeluarkan dari sekolah. Tapi aku meminta pengertian pada kepala sekolah untuk menangani kasus itu.

"Kasihan dia. Sesungguhnya ia hanyalah korban. Jika ia kita keluarkan, masa depannya akan semakin hancur", mohonku pada kepala sekolah.

Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya aku diberi tugas untuk menangani kasus Indri.

"Apakah dia menjadi korban Ibu yang pertama?", Tanya pengacarku.

Aku mendelik marah.

"Emm.. maksud saya menjadi murid Ibu yang pertama kali Ibu....", sahutnya belum selesai.

"Kujual, begitu?", sahutku tegas. Pengacaraku itu hanya mengangguk.

Benar. Indri adalah muridku yang pertama kali memanfaatkan jasaku. Jangan katakan aku menjualnya apalagi memanfaatkannya. Itu tak adil bagiku. Setelah keguguran itu kondisi psikis Indri benar-benar drop. la merasa malu untuk menyelesaikan sekolahnya. la merasa benar-benar tak berharga. Di satu sisi ia masih ingin bersekolah, di sisi lain kedua orang tuanya mengusirnya dari rumahnya. Diusir dari rumah tanpa tujuan dan tanpa bekal, benar-benar membuat Indri putus asa. la tak tahu kemana harus pergi. la hanya ingat, akulah satu-satunya guru yang tak pernah menyalahkan dirinya.

Sejak itu ia tinggal bersamaku sambil terns meneruskan sekolahnya atas biayaku. Tapi jangan kau kira ia dapat melupakan kenangannya tentang hubungan intim antar laki­-laki dan perempuan. Tidak! Meski telah disakiti ia tetap membutuhkan kehangatan laki-laki. Kehidupanlakukan dengan bebas telah membuatnya ketagihan. Melalui sebuah diskusi panjang, Indri akhirnya menerima tawaranku untuk melayani Nn, laki-laki yang telah kuceritakan di muka. Dari Nn ia mendapatkan kehangatan sekaligus uang. Sayangnya, Indri merasa tak puas dengan kehangatan yang ditawarkan Nn. la lalu memintaku untuk mencarikan laki-laki lain.

“Daripada aku mencari Kepuasan diriku dengan cara memuaskan lelaki hidung belang itu akan akan lebih baik kalau aku sekaligus menerima uangnya. Impas. Dia mendapatkan kehangatan, mendapatkan uangnya. Walau sebennarnya aku jauh lebih beruntung karena mendapatkan kehangatan sekaligus kemewahan", ujarnya suatu kali.

Ya... benar. Aku setuju pada pendapat Indri. Bukankah dalam tiap kali hubungan tanpa ikatan selalu ada resiko bagi perempuan. Terlalu enak bagi lelaki yang hanya yesap kehangatan tanpa biaya pun. Itu pemerasan namanyal

Sejak itu secara diam-diam setiap kali ada murid yang mengalami peristiwa serupa dengan Indri aku alu tampil sebagai pahlawan. Tentu saja aku tetap seorang guru BP yang baik di sekolah. Begitu banyak anak-anak yang memiliki masalah datang padaku. Mereka puas berbagi cerita denganku. Jangan kaukira aku lalu menganjurkan muridku yang rmasalah untuk menjalani profesi itu. Tidak, itu terlalu picik. Aku hanya berusaha menolong murid-muridku yang terlanjur kecanduan dan ingin balas dendam pada lelaki.

Suatu kali ada seorang muridku yang bernama Dewi sedang menghadapi masalah keuangan. la sangat cantik dan cerdas. Nilai-nilai rapornya selalu membanggakan. Sayangnya ia berasal dari keluarga tidak mampu.. Dua bulan setelah ayahnya meninggal, ia nekad ingin keluar dari sekolah karena tidak memiliki biaya. Tidak ada alasan bagiku untuk menyuruhnya menjual diri. Meski jika aku mau ia akan dapat menjadi tambang emas bagiku. Bagaimana pun aku tetap seorang guru. Aku sarankan ia untuk bekerja sore hari, sepulang sekolah sebagai penjaga toko. Aku titipkan dia pada seorang kenalanku. la tak pernah tahu apa yang aku lakukan untuk menolong teman-temannya yang lain. Yang jelas, di mata teman-­teman guruku dan sebagian murid­-muridku aku adalah guru yang sangat konsen dan perhatian pada murid­-muridku. Kepala sekolahku pun beberapa kali memujiku karena berhasil memecahkan permasalahan yang dihadapi para murid.

Dua tahun aku menjalankan semuanya. Terlalu banyak murid-­murid perempuanku yang sudah terlanjur salah jalan. Sebagian di antara mereka merasa menyesal telah menyerahkan kehormatannya pada pacar-pacar mereka yang tak bertanggung jawab. Umumnya mereka ingin bunuh diri dan melepaskan semua penderitaan itu. Tapi selalu kukatakan pada mereka bahwa para cowok itu takkan menangisi kematian mereka. Latu untuk apa mengorbankan nyawa. Saatnya kalian tunjukkan pada dunia bahwa perempuan pun bisa hidup tanpa cowok. Lalu mereka memilih jalan yang kubangun itu.

Sebagian mereka berharap akan dapat membalas dendam pada para cowok itu dengan menunjukkan bahwa masih banyak pria lain yang berjajar antri untuk mendapatkan dirinya. Ada juga yang berharap dapat menemukan laki-laki yang baik, yang mau menerima keadaan dirinya apa adanya. Indri adalah contoh yang terakhir ini. Suaminya, yang diplomat itu, dulunya begitu dingin pada perempuan. la laki-laki yang tak mampu berkutik tiap kali berhadapan dengan perempuan. Indrilah satu-satunya perempuan yang berhasil membangkitkan kepercayaan dirinya. Itulah alasannya mengapa waktu Indri meminta izinku untuk menikah dengan diplomat itu aku langsung menyetujuinya. Bukankah tujuanku semula adalah untuk menolong para muridku? Ingat, bukan untuk mencari keuntungan dari mereka!

Dari sekian banyak murid-muridku yang menggunakan jasaku, alasan terbesarnya adalah untuk mendapatkan kebebasan... sekaligus kemewahan. Siapa yang dapat membendung keinginan mereka itu? Membiarkan mereka bertindak bebas tanpa arah tentu sangat berbahaya. Ya... aku memberi mereka sejumtah pengetahuan tentang cara berhubungan intim dengan aman. Aku ajarkan cara kontrasepsi yang aman dan cara menghindarkan diri dari berbagai penyakit menular. Siapa yang akan memberitahu mereka soal itu? Orang tua atau guru? Rasanya tidak mungkin. Mereka sangat alergi untuk menyebutkan kata seks di hadapan anak-anak dan muridnya. Apalagi memberikan sex education. Tabu! Parnali!

Harusnya mereka memberiku gelar "pahlawan" karena aku telah jauh bertindak melebihi peranan seorang bidan atau dokter sekali pun. Kau mungkin heran, bagaimana aku dapat berkata seperti itu? Pengalamanku memiliki pelanggan para dokter membuatku berkesimpulan seperti itu. Para dokter yang menikmati kehangatan para, muridku itu seringkali menolak menggunakan pengaman untuk menghindarkan diri dari kehamilan dan berbagai penyakit kelamin lainnya. Mereka egois! Tapi selalu kutekankan pada para muridku, jangan pernah melayani penolakan mereka. Kalian harus kuat. Katakan "Tidak!", jika tanpa pengaman!

Mereka para dokter itu selalu memintaku untuk memberikan para gadis muda. Mereka seakan tak peduli dengan berbagai ancaman yang mengintip gadis-gadis itu. Sama tak pedulinya dengan beberapa pejabat kota ini. Mereka yang selalu tampil bersih dan berwibawa itu kadang-kadang juga tak sanggup membendung keinginannya untuk berbagi kehangatan dengan gadis­gadis muda itu. Mereka memberiku perlindungan secara hukum. Karena hukum ada dalam tangan mereka. Mereka seolah tak lagi peduli dengan nasib generasi muda itu apa lagi nasib bangsa ini di mass depan. Padahal di depan publik mereka selalu menggaungkan untuk membebaskan generasi muda dari narkoba dan pergaulan bebas, demi keberlangsungan bangsa dan negara ini. Seringkali tanganku merasa gatal untuk merobek topeng kemunafikan yang mereka pakai dengan seragam mereka. Senyum mereka dan sambutan-sambutan mereka itu terdengar begitu menjijikkan di telingaku.

“Ibu bisa menyebutkan siapa saja para dokter dan pejabat yang telah menggunakan jasa Ibu?", tanya pengacaraku.

"Apa lagi yang kutakutkan. Tidak ada lagi yang dapat membuatku takut", kataku dingin. (Bukankah kematian pun tak juga mampu menciutkan nyaliku?)

Ceritaku tentang para dokter dan pejabat pemerintah yang menggunakan jasaku ternyata terendus oleh para kuli tinta. Aku tidak tahu apakah pengacaraku yang tetah membocorkan cerita itu ataukah dinding-dinding tahanan ini punya telinga? Aku tak peduli, biarlah masyarakat bisa menilai. Aku tak bersalah! Setidaknya, aku tidak bersalah sendirian! Tidak, aku membantu para muridku dan membantu para telaki yang membutuhkan! Tidak ada yang dirugikan dengan langkahku

Persidangan kasusku dimulai hari ini. Hari-hariku terasa melelahkan. Di hadapan para hakim, jaksa, dan penuntut umum aku dicerca dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang-kadang membuatku pusing. Sungguh di luar dugaanku, pengacaraku ternyata hanya menggunakan cerita masa laluku untuk membelaku.

"Saudara tertuduh melakukan semua perbuatan itu karena dendam masa latunya. la pernah dikecewakan laki­laki dan kehilangan rahimnya. la ingin menghancurkan perasaan para lelaki yang tergila-gila pada murid­muridnya. la juga ingin agar semua orang merasakan penderitaan", terangnya di hadapan hakim.

Aku terhenyak. Tapi ia tak peduli. la malah menghadirkan seorang saksi ahli di depan sidang.

"Saudara tertuduh mengalami kepribadian ganda. Pada saat bersamaan ia bisa menjadi seorang guru yang sangat baik sekaligus menjadi seorang mucikari. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengalami gangguan jiwa", terang psikolog itu dengan meyakinkan.

"Tidak! Itu tidak benar! Saya tidak pernah sakit jiwa! Saya melakukan semua itu dengan kesadaran tinggi. Saya hanya ingin para murid saya tak hanya menjadi obyek seks semata tetapi mereka juga harus mendapatkan keuntungan sekaligus keamanan, terbebas dari ancaman penyakit kelamin. Siapa yang mau peduli tentang semua itu?", suasana ruang sidang mendadak menjadi terdiam. Tegang. semuanya menahan nafas.

"Tanyakan pada mereka, para dokter dan pejabat itu yang beberapa kati menikmati kehangatan murid-muridku? Mereka selalu berpura-pura baik. Munafik! Merekalah yangmenghancurkan masa depan murid-murid saya. Mereka seringkali memaksa murid­murid saya untuk berhubungan tanpa pengaman demi kepuasan mereka sendiri. Mereka tak pernah peduli. Hanya saya yang peduli, Pak Hakim", suaraku memecah ruang sidang yang hening itu.

Hakim beberapa kali memukulkan palunya untuk menenangkan hadirin juga diriku. Aku tak peduli. Dua orang petugas menggiringku paksa kembali ke tahanan.

Aku tahu pernyataanku telah membuat kegaduhan. Aku tak peduli bagaimana para istri akan mencak-mencak setelah tahu suaminya yang selama ini dianggapnya setia dan mulia itu ternyata tak lebih dari seorang lelaki hidung betang. Aku tak peduli! Aku puas telah menyampaikan kebenaran itu setelah pengacaraku ternyata dengan sengaja menutupi fakta itu. Tapi bukankah kebenaran harus diungkapkan! setelah dua hari ditunda, hari ini aku kembali dihadapkan pada hakim. Sayangnya kelelahan fisikku membuat kesehatanku turun drastis. Aku duduk di kursi pesakitan itu dalam keadaan loyo, tanpa tenaga. Sidang hari ini adallah sidang pembacaan keputusan.

Sebellum pembacaan keputusan ternyata pengacaraku meminta agar hakim mendengarkan kesaksian dari seorang dokter. Awalnya aku tak peduli dengan kehadirannya.

"Bapak Hakim Yang Terhormat, dari hasil pemeriksaan kesehatannya kami menyimputkan bahwa Tertuduh telah menderita AIDS dalam empat tahun terakhir. Secara medis, hidupnya takkan lama tagi", jelasnya sambit menunjukkan laporan laboratorium.

"Demikian kiranya dapat dimaklumi bahwa tindakan­-tindakan Tertuduh semuanya dilakukan dalam kondisi tidak stabil. Mengingat biasanya orang-orang yang sudah mengetahui hidupnya tak lama lagi akan melakukan hal-hal di tuar kuasanya. Demi keaditan dan demi hukum, saya mohon agar Tertuduh dibebaskan dari segala tuduhan dan segera mendapat perawatan yang layak", kata pengacaraku akhirnya.

Sidang diskors beberapa waktu karena para hakim akan bersidang. Tidak terlalu lama aku menunggu keputusan itu. Di luar dugaan aku benar-benar dibebaskan.

"Tidak! Keputusan ini tidak adil Pak Hakim!" teriakku. Hakim berkali-kali mengetukkan palunya memintaku duduk kembali. Para pengunjung sidang gaduh.

Aku kecewa! Sangat!

Aku kecewa karena mereka tak membiarkanku membusuk di penjara. Keputusan itu membuatku langsung terkulai temas di kursi peradilan. Dalam remang-remang itu kulihat pengacaraku tersenyum padaku. la mengulurkan tangannya padaku.

"Mari manisku, kita nikmati sisa malam ini dengan kehangatan!"

Aku tersenyum bahagia dan menerima tawarannya. Pengacaraku yang tampan dan baik hati, aku jatuh cinta padamu.

Maukah kau terbang ke awan bersamaku?